Teori ini berpendapat bahwa ada suatu siklus di jagat raya. Satu siklus
mengalami satu masa ekspansi dan satu masa kontraksi. Satu siklus diperkirakan
berlangsung selama 30 milyar tahun. Dalam masa ekspansi terbentuklah galaksi-
galaksi serta bintang-bintang di dalamnya. Ekspansi ini diakibatkan oleh adanya
reaksi inti hydrogen yang pada akhirnya membentuk unsur-unsur lain yang
komplek.
Pada masa kontraksi, galaksi-galaksi dan bintang-bintang
yang telah terbentuk meredup dan unsure-unsur yang telah terbentuk menyusut
dengan mengeluarkan tenaga berupa panas yang sangat tinggi. Disebut juga
Oscillating Theory (teori mengembang dan memampat).
Keberadaan awal pada
peristiwa besar ini melengkapi ketidaktahuan manusia tentang awal mula alam
semesta dan merupakan bahan dari spekulasi sesungguhnya yang mempunyai dasar
kuat. Teori ini mengasumsikan sekitar 15 milyar tahun lalu dimulai dari
ledakan yang dahyat dan dilanjutkan dengan pengambangan alam semesta.
Point penting dari semua peristiwa
ini adalah waktu, materi , energi dan ruang merupakan satu keterpaduan.
Kejadian ini bukan ledakan biasa tetapi cukup memenuhi semua peristiwa dari
ruang dengan semua partikel yang menjadi embrio alam semesta yang mendesak
keluar dari masing-masing yang lain.
Telah dijelaskan sebelumnya Big bang adalah teori ilmu pengetahuan yang
menjelaskan perkembangan dan bentuk awal dari alam semesta. Ide sentral dari
teori ini adalah bahwa teori relativitas umum dapat dikombinasikan dengan hasil
pemantauan dalam skala besar pada pergerakan galaksi terhadap satu sama lain,
dan meramalkan bahwa suatu saat alam semesta akan kembali atau terus.
Konsekuensi alami dari Teori Big Bang yaitu pada masa lampau alam semesta punya
suhu yang jauh lebih tinggi dan kerapatan yang jauh lebih tinggi. Teori Big-Bang juga dikenal teori Super Dense, menyatakan bahwa jika
alam semesta mengembang pada skala tertentu, maka ketika kita pergi kembali ke
dalam waktu, kelompok-kelompok galaksi akan semakin mendekat dan tentu akan sampai pada suatu saat di mana semua
materi, energi dan waktu yang
membentuk alam semeseta terkonsentrasi pada suatu tempat dalam bentuk gumpalan yang sangat padat ( super dense
agglomeration).
Dengan bekerja mundur , dari peringkat resesi galaksi-galaksi
yang teramati, ditemukan bahwa galaksi-galaksi itu diduga telah berada
berdekatan satu sama lain
sekitar 12 milyar tahun yang lalu. Dipostulasikan bahwa saat ini
ledakan hebat menyebabkan alam semesta mengembang 1030 kali atau
lebih dari ukuran aslinya, sebagai akibatnya gumpalan yang sangat padat dari materi dan energi berserakan
menjadi banyak bagian yang semuanya berjalan dengan kecepatan berbeda-beda ke
arah berbeda-beda pula. Hasil dari ledakan ini berkondensasi membentuk
benda-benda langit seperti yang ada sekarang.Pengembangan
alam alam yang teramati ini merupakan kelanjutan dari proses ini.
Teori berkonsentrasi pada
peristiwa spesifik sebagai „awal‟ alam semesta dan menampilkan
suatu evolusi progresif sejak titik itu hingga sekarang. Selama satu abad terakhir,
serangkaian percobaan, pengamatan, dan
perhitungan yang dilakukan
dengan menggunakan teknologi
mutakhir, telah mengungkapkan
tanpa ragu bahwa alam semesta memiliki permulaan. Para ilmuwan telah memastikan
bahwa alam semesta berada dalam keadaan yang
terus mengembang. Dan mereka telah menyimpulkan bahwa, karena alam
semesta mengembang, jika alam ini
dapat bergerak mundur dalam waktu, alam semesta ini tentulah memulai
pengembangannya dari sebuah titik tunggal. Sungguh, kesimpulan yang telah
dicapai ilmu pengetahuan saat ini
adalah alam semesta bermula dari ledakan titik tunggal ini. Ledakan ini disebut “Dentuman Besar” atau Big-bang. Berikut beberapa teori para ahli diantaraanya ;
1. Alexandra Friedman pada tahun 1922
Ahli yang pertama kali mencetuskan atau
menemukan teori ini adalah Alexandra Friedman pada tahun 1922. Ia merupakan
ahli fisika yang berasal dari Rusia. Isi dari teori yang diungkapkan adalah
struktur alam semesta selalu berubah (dinamis). Berdasarkan teori dentuman besar (Teori Big Bang),
alam semesta terdiri dari massa yang sangat besar dan massa jenis yang sangat
besar juga. Kemudian, adanya reaksi inti mengakibatkan massa tersebut meledak
dan mengembang sangat cepat hingga menjauhi pusat ledakan. Ledakan dahsyat itu
terjadi sekitar 13,7 miliar tahun yang lalu.
Dalam perkembangannya, teori ini dikembangkan
oleh astronom dari Amerika Serikat yaitu Edwin Hubble. Menurut Hubble, pada
awalnya bintang-bintang itu berkumpul di satu titik massa yang dikenal
dengan volume nol. Namun, pada suatu waktu volume nol itu meledak
dan mengembang.
Setelah terjadi ledakan dahsyat di volume
nol maka semua galaksi dan bintang-bintang mengalami
pergeseran cahaya bintang-bintang yang mendekati spektrum merah. Dengan kata
lain, pergeseran yang terjadi akibat ledakan dahsyat mengakibatkan
bintang-bintang menjauhi bumi dan perlahan-lahan saling menjauh satu sama lain. Namun, teori mendapatkan menerima penolakan
dari salah satu ahli yaitu Sir Fred Hoyle. Penolakan terhadap teori ini terjadi
pada pertengahan abad ke-20 saat Hoyle mencetuskan teori keadaan tetap.
Hoyle melalui teori keadaan tetap menyatakan
bahwa ukuran alam semesta tidak terbatas dan alam semesta tidak memiliki batas
waktu atau akan ada sepanjang masa. Karena perbedaan gagasan inilah yang
menyebabkan teori ledakan atau dentuman dahsyat mendapatkan penolakan dari Sir
Fred Hoyle.
2. Georges Lemaitre pada
tahun 1927
Dilansir dari NASA
Space Place, teori big bang diawali dengan dikemukakannya ide seorang astronom
bernama Georges Lemaitre pada tahun 1927. Lemaitre beranggapan bahwa alam
semsta dimulai dari satu titik yang emudian menembang menjadi besar secara
terus-menerus sehingga menjadi alam semsta kita sekarang. Pendapat Lemaitre kemudian
dikuatkan oleh penemuan Edwin Hubble pada 1929. Hubble menemukan bahwa galaksi
di sekitar Bima Sakti saling menjauhi satu sama lain secara terus-menerus. Jika
galaksi terus-menerus menjauhi satu sama lain, berarti alam semesta memang
berkembang semakin besar setiap waktunya. Hal ini juga berarti alam semesta
pernah sangat kecil sebelum akhirnya menjadi sebesar sekarang.
Dilansir dari NASA Space Place, 14 miliar tahun yang lalu alam semesta
dimulai dengan awan mungil yang sangat panas dimana partikel-partikel bercampur
dengan energi dan cahaya. Awan mungil tersebut kemudian berkembang dan
menyebarkan partikel-partikel neutron, elektron, dan proton. Pada teori
dentuman besar atau big bang ini sebenarnya tidak terjadi ledakan. Alam semesta
hanya mengembang ke segala arah. Dilansir dari Khan Academy, beberapa partikel
yang tersebar membentuk atom dan saling bertabrakan satu sama lain menyebabkan
reaksi fusi nuklir. Inilah kelahiran dari bintang pertama yang diperkirakan
terjadi 200 miliar tahun yang lalu. Matahari adalah salah satu bintang yang
merupakan pusat dari tata surya kita. Di sekitar bintang terdapat
partikel-partikel yang memengelilinga dan terpengaruh pada gaya gravitasinya.
Partikel-partikel tersebut kemudian membentuk atom dan molekul dan membentuk
planet-planet. Karena bintang dan planet dapat terlahir, mereka juga dapat mati
dan membentuk lubang hitam (black hole). Pembentukan planet dan bintang terus
berlangsung selama miliaran tahun. Alam semesta semakin meluas dan terus
mengembang ke segala arah tanpa pernah berhenti.
(di kutip dari di Kompas.com dengan
judul "Teori Dentuman Besar”)
3. Stephen Hawking pada tahun 1993
Ledakan ini terlempar ke segala penjuru. Ledakan
purba yang mahadahsyat ini disebut dengan Ledakan Besar (Big Bang). Inilah permulaan alam semesta dan
dengan ini dimulai juga waktu. Sebelum ada Ledakan Besar belum ada waktu, dan
keadaan ini disebut sebagai singularitas; Singularitas merupakan momentum ketika
suhu, kerapatan, dan kelengkungan alam semesta semuanya bernilai tak terhingga.
Dengan kata lain, singularitas adalah kenyataan yang tidak bisa diukur dan
tidak diatur oleh hukum alam. Singularitas
merupakan penyebab terjadinya dua wilayah. Pertama, singularitas merupakan awal- mula yang berkembang dalam alam
semesta (the present expansion of the universe). Dengan ini, singularitas pada umumnya dianggap
sebagai awal-usul alam semesta. Kedua, singularitas merupakan ledakan partikel-
partikel dari konsentrasi masa yang menjadi cikal-bakal bintang-bintang dalam
alam raya (high-mass concentration such as burnt-out stars).
Stephen Hawking menjelaskan bahwa satu detik
setelah peristiwa Big Bang,
temperatur berkisar 10 milyar derajat Celcius. Pada saat itu alam semesta
memuat foton, elektron, neutron, proton, dan neutron. Kebanyakan
elektron dan antielektron (positron) saling membinasakan diri dan menciptakan
foton (bagian elementer terkecil dari sinar). Kira- kira seratus detik
kemudian, temperatur jatuh ke 1 milyar derajat saja. Proton dan neutron
menyatukan diri menjadi inti atom hidrogen berat (deuterium), lalu terbina inti
atom helium dan inti dari beberapa unsur kimiawi lebih berat seperti lithium.
Beberapa jam saja setelah Big Bang,
terbentuklah zat helium dan unsur-unsur kimiawi lain. Dengan turunnya
temperatur ke beberapa ribuan derajat Celcius, elektron-elektron dan inti- inti
atom menyatukan diri – karena daya tarik-menarik masing-masing – menjadi
atom-atom. Dengan demikian, kita sampai pada kekuatan inti dari alam semesta.
Menurut Stephen Hawking, waktu yang dibutuhkan evolusi
alam semesta adalah 13,7 milyar tahun. Artinya, alam semesta terjadi sejak
peristiwa Big Bang sampai sekarang
berlangsung kurang-lebih 13,7 milyar tahun. Apa yang dinyatakan Hawking adalah
waktu kosmologis, bukan waktu liturgis. Jika kita melihat perbedaan waktu
penciptaan yang butuh 6 hari dan waktu evolusi 13,7 milyar tahun, hal ini bukan
untuk dipertentangkan. Alasannya dua konsep waktu berbeda. Waktu kosmologis
adalah waktu yang nyata (real time)
dan waktu liturgis adalah waktu sebagai simbol (symbolic time). Waktu kosmologis mau bicara waktu yang berlangsung
(proses evolusi kosmos), sementara waktu liturgis yang menyimbolkan perihal
liturgi (bukan waktu yang nyata).
Akhirnya, berkaitan dengan evolusi alam semesta,
Stephen Hawking mengajukan pertanyaan-pertanyaan fundamental: “Mengapa ada
sesuatu, bukan ketiadaan? Mengapa ada hukum alam tertentu, bukan yang lain?”
Menanyakan siapa yang menciptakan alam semesta itu masuk akal, tapi jika
jawabannya adalah Tuhan, maka pertanyaannya sekadar bergeser menjadi siapa yang
menciptakan Tuhan. Dalam pandangan demikian, diakui bahwa ada sesuatu yang tak
perlu pencipta, dan sesuatu disebut Tuhan. Tapi
kami nyatakan bahwa pertanyaan- pertanyaan itu semuanya bisa dijawab dalam
ranah sains saja, tanpa perlu membawa-bawa sosok ilahi.47
Berdasarkan pernyataan Hawking, seolah-olah proses evolusi alam semesta tidak
perlu campur tangan Allah. Seolah-olah
evolusi alam semesta hanya semata-mata peristiwa natural, bukan peristiwa
supranatural.
Stephen Hawking menyatakan bahwa kita hanya tahu
apa yang terjadi setelah peristiwa Big
Bang. Sebaliknya, kita tidak mengetahui apa pun yang terjadi sebelum Big Bang. Peristiwa sebelum Big Bang tidak dapat menjadi bagian
sains untuk alam semesta. Karenanya, kita sebaiknya menyingkirkan peristiwa
sebelum Big Bang dari sains.
Bagaimanapun, peristiwa sebelum Big Bang belum
memasuki ruang dan waktu dan tak bisa dijelaskan karena sains tidak mampu membuat
penelitian ilmiah di dalamnya. Kita mesti mengatakan bahwa ruang dan waktu
punya permulaan dalam peristiwa Big Bang (Ledakan
Besar). Hawking menegaskan bahwa banyak orang tak suka gagasan bahwa waktu
punya permulaan, barangkali karena terkesan melibatkan campur tangan Ilahi.
4. Karen C. Fox pada tahun 2002
Menurut Karen C. Fox, ada tiga fakta yang
mendukung Teori Big Bang. Pertama,
alam semesta ini terus berkembang dengan memperluas wilayahnya. Kedua, alam
semesta ini berisi gas helium dan atom-atom yang lain yang merupakan jejak masa
lampau. Ketiga, sisa-sisa dari radiasi dalam alam semesta berasal dari Ledakan
Besar pada awal mula alam semesta.
Dalam konteks ilmiah, Karen C. Fox menjelaskan
tentang makna ketiadaan (nothingness).
Pada awal mula, tidak ada apa pun. Hal ini bukanlah sungguh-sungguh ketiadaan,
melainkan ketiadaan yang mempunyai potensi untuk mengada. Sebuah ketiadaan yang
mempunyai kandungan energi yang tiba-tiba memancarkan eksistensinya dengan
begitu cepat. Ketiadaan ini mempunyai cukup energi untuk lepas-landas yang
meledak begitu hebat. Peristiwa ini seperti momen kecil yang sangat tak
terbatas. Momen ini selanjutnya menjadi “terang” melintasi waktu dan ruang.
Seluruh ruang dan waktu diciptakan dalam momen tersebut. Di dalamnya, energi
perlahan-lahan, menjadi materi –proton, neutron, dan poton. Alam semesta yang
kecil ini terus berkembang menjadi bintang-bintang dan planet-planet, dan
akhirnya bangsa manusia hadir di dalamnya.
TEORI PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
Teori big bang merupakan teori mutakhir tentang penciptaan alam semesta.
Sebelumnya telah berlaku berbagai
teori kejadian alam semesta dengan sejumlah pendukung
dan penentangnya. Seperti
Teori Keadaan Tetap (Steady State Theory) yang diusulkan pada tahun 1948 oleh H. Bondi, T. Gold, dan F. Hoyle dari Universitas Cambridge (Tjasyono, 2006; 51). Menurut teori ini, alam semesta tidak
ada awalnya dan tidak akan berakhir. Dalam teori keadaan tetap tidak ada asumsi bola api kosmik yang besar
dan pernah meledak. Alam semesta akan datang silih berganti berbentuk atom-atom
hidrogen dalam ruang angkasa, membentuk galaksi baru dan menggantikan galaksi lama yang bergerak menjauhi
kita dalam ekspansinya.
Teori
lainnya yang cukup akomodatif dari kedua teori di atas adalah teori osilasi. Keyakinan tentang
kejadian alam semesta sama dengan Teori Keadaan Tetap yaitu bahwa alam semesta tidak awal dan tidak akan berakhir. Tetapi
model osilasi mengakui
adanya dentuman besar dan nanti pada suatu saat
gravitasi menyedot kembali efek ekspansi ini sehingga alam semesta
akan mengempis (collapse) yang
pada akhirnya akan menggumpal kembali dalam kepadatan
yang tinggi dengan temperatur yang tinggi dan akan terjadi dentuman besar kembali. Setelah big-bang
kedua kali terjadi,
dimulai kembali ekspansi
kedua dan suatu
saat akan mengempis kembali
dan meledak untuk ketiga kalinya
dan seterusnya.
Di tempat
lain para ilmuwan sibuk mengusulkan teori lain tentang terciptanya tata surya. Bagi para ilmuwan, formasi
tata surya sangat
menarik karena keteraturan planet-planet mengelilingi matahari. Bersamaan
dengan itu, satelit
planet juga mengitari
planet induknya. Adalah Izaac Newton (1642-1727) yang
memberi dasar teori mengenai asal mula Tata Surya.
Ia menyusun Hukum Gerak Newton atau Hukum Gravitasi yang membuktikan bahwa gaya antara dua benda sebanding dengan
massa masing-masing objek dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak
antara kedua benda.
Teori Newton menjadi
dasar bagi berbagai
teori pembentukan Tata Surya yang lahir kemudian,
sampai dengan tahun 1960 termasukdidalamnya teori monistik dan teori dualistik. Teori monistik menyatakan bahwa matahari dan planet berasal dari materi yang sama. Sedangkan teori dualistik
menyatakan matahari dan bumi berasal dari sumber
materi yang berbeda
dan terbetuk pada waktu yang berbeda.
Tahun 1745, George Comte de Buffon
(1701-1788) dari Perancis mempostulatkan teori
dualistik dan katastrofi yang menyatakan bahwa tabrakan komet
dengan permukaan matahari
menyebabkan materi matahari terlontar dan membentuk planet pada jarak
yang berbeda. Kelemahan dari teori Buffon tidak bisa menjelaskan asal datangnya komet. Ia hanya mengasumsikan bahwa komet jauh lebih masif
dari kenyataannya.
Filsuf Perancis, Rene Descartes
(1596-1650) mempercayai bahwa ruang angkasa terisi oleh fluida alam semesta
dan planet-planet terbentuk
dalam pusaran air. Teori ini tidak didukung oleh dasar ilmiah yang kuat
sehingga banyak yang menolaknya. Namun demikian, nampaknya menjadi inspirasi bagi Immanuel Kant (1724-1804) bahwa
ada kemungkinan bahwa alam semesta itu
berasal dari sesuatu “lembut” dan lebih lebit dari fluida yaitu adanya awan gas yang berkontraksi
dibawah pengaruh gravitasi sehingga awan tersebut menjadi pipih. Gagasan Kant didasarkan dari Teori Pusaran Descartes yang merubah asumsi dari fluida menjadi gas.
Setelah adanya teleskop, William
Herschel (1738-1822) mengamati adanya nebula
yang awalnya dianggap sebagai
kumpulan gas yang gagal menjadi bintang. Tahun 1791, ia melihat bintang
tunggal yang dikelilingi oleh hallo yang terang. Asumsi inilah yang kemudian berkembang dan menaik kesimpulan sementara
bahwa bintang itu terbentuk dari nebula dan hallo merupakan sisa dari nebula.
Teori nabula semakin mantap setelah
Pierre Laplace (1749-1827) menyatakan awan gas
dan debu yang berputar secara perlahan
akan menjadi padu akibat gravitasi. Pada saat padu, momentum sudut dipertahankan melalui putaran yang dipercepat sehingga
terjadilah pemipihan. Selama
dalam kontraksi, materi
di pusat pusaran
menjadi matahri dan materi yang
terlepas dan memisahkan diri dari piring pusaran membentuk sejumlah
cincin. Material di sekitar cincin
juga membentuk pusaran
yang lebih kecil dan terciptalah planet-planet.
Teori
Laplace ditentang oleh Clerk Maxwell (1831-1879). Menurut Maxwell teori cincin
hanya bisa stabil
jika terdiri dari partikel-partikel padat.
Jika bahannya dari gas seperti
pendapat Laplace maka tidak akan terbentuk planet. Menurut Maxwell
cincin tidak bisa berkondensasi menjadi planet karena gaya inersianya akan memisahkan bagian dalam dan luar cincin. Seandainya proses pemisahan bisa
terlewati, massa cincin masih jauh lebih masif
dibanding massa planet
yang terbentuk.
Thomas C. Chamberlin (1843 – 1928) ahli
geologi dan Forest R. Moulton (1872 – 1952)
seorang ahli astronomi mengajukan
teori lain yaitu Teori Planetesimal. Menurut teori ini, matahari telah ada sebagai salah satu dari bintang-bintang yang
banyak. Pada suatu masa, entah kapan, ada sebuah
bintang berpapasan pada jarak yang tidak jauh. Akibatnya, terjadilah peristiwa pasang naik pada permukaan matahari. Sebagian dari
masa matahari itu tertarik ke arah bintang
lewat. Material yang tertarik ada yang kembali
ke matahari dan sebagian lainnya
terlepas dan menjadi
planet-planet
Teori lain yang mirip dengan teori Chamberlin dan Moulton adalah teori
pasang surut yang dikemukakan oleh Sir James Jeans (1877 –
1946) dan Harold Jeffreys (1891) yang keduanya
berkebangsaan Inggris. Peristiwa
pasang surutnya digambarkan oleh Jeans dan Jeffreys
adalah seperti cerutu. Artinya ketika bintang lewat mendekati matahari, pada
waktu itu masa matahari tertarik dengan bentuk menjulur
keluar seperti cerutu.
Setelah jauh, cerutu tersebut menetes
dan tetesannya membentuk planet-planet.
Sebagian ahli juga percaya
bahwa ketika matahari
mulai memijar, angin matahari berhembus
sangat kencang sehingga
menerpa gumpalan-gumpalan debu calon planet.
Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars terkena dampak langsung sehingga
debu calon planet sebagian
terhempas dan
“telanjanglah” planet-planet tersebut. Sementara Jupiter,
Saturnus, Uranus, dan Neptunus masih tetap seperti planet “debu” sehingga bentuknya
masih berukuran raksasa. Dengan landasan
pada asumsi dan teori ini,
maka sangat aneh adanya planet pluto yang berwujud
terestrial (padat). Pertanyaan inilah yang belum dapat dijawab
dan untuk sementara “ditunda” statusnya sebagai
planet. Adapun bulan atau satelit padat di sekitar planet- planet debu berukuran besar itu karena lebih dulu memadat yang kemudian
bergerak mengitari planet induknya.